Penukaran uang rupiah layak edar pada mobil kas keliling Bank Indonesia di Pasar Setono Betek, Kota Kediri, Jawa Timur, 12 Juni 2025. Antara/Prasetia Fauzani

-
Indeks Harga Saham Gabungan sempat menguat setelah pengumuman gencatan senjata.
-
Nilai tukar rupiah menguat sebesar 139 poin atau 0,84 persen pada penutupan perdagangan Selasa.
-
IHSG dan rupiah masih terancam karena ketidakpastian penutupan Selat Hormuz dalam perang Iran-Israel.
GENCATAN senjata antara Iran dan Israel tidak berjalan mulus. Presiden Amerika Serikat Donald Trump menganggap kedua negara melanggar kesepakatan. Namun gencatan senjata yang diumumkan Trump pada Selasa dinihari, 24 Juni 2025, itu menjadi sentimen positif terhadap pasar.
Setelah pengumuman gencatan senjata Iran-Israel, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa sore ditutup menguat 82,03 poin atau 1,21 persen ke posisi 6.869,17. Sedangkan kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 naik 10,58 poin atau 1,40 persen ke posisi 764,41.
Berdasarkan indeks sektoral IDX-IC, sepuluh sektor menguat, dipimpin sektor properti yang naik sebesar 3,2 persen, diikuti sektor barang konsumen nonprimer serta sektor kesehatan yang naik masing-masing 3,18 persen dan 2,27 persen. Sedangkan satu sektor, yaitu energi, terkoreksi minus 0,51 persen.
Frekuensi perdagangan saham tercatat 1.221.039 kali transaksi dengan jumlah saham yang diperdagangkan sebanyak 20,83 miliar lembar saham senilai Rp 11,94 triliun. Sebanyak 453 saham naik, 165 saham turun, dan 181 tidak bergerak nilainya.
“IHSG dan bursa regional Asia bergerak menguat, didorong sentimen harapan akan de-eskalasi konflik di Timur Tengah yang dapat mengurangi kekhawatiran akan risiko global,” ujar Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus, seperti dilansir Antara, Selasa, 24 Juni 2025.
Pada Senin, 23 Juni 2025, IHSG ditutup melemah seiring dengan pelaku pasar yang masih mencermati eskalasi konflik di kawasan Timur Tengah. IHSG ditutup anjlok 120 poin atau 1,74 persen ke posisi 6.787,14. Sementara itu, kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 turun 11,10 poin atau 1,45 persen ke posisi 753,83.
“IHSG ditutup melemah akibat kekhawatiran terhadap dampak meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah serta kenaikan harga minyak mentah terhadap ekonomi domestik di tengah melemahnya daya beli masyarakat dan perang tarif,” ujar analis Phintraco Sekuritas, Ratna Lim.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menuturkan, secara teknis, IHSG berhasil mencapai target teoretis dari pola double top yang bertepatan di MA60. Karena itu, harapan terjadinya technical rebound terbuka lebar.
“Harga minyak Brent turun ke bawah level US$ 70 di tengah kabar gencatan senjata Israel-Iran dan tetap dibukanya Selat Hormuz. Sentimen gencatan senjata tersebut membuat posisi IHSG saat ini berada di zona positif,” tuturnya.
Setali tiga uang, nilai tukar rupiah menguat 139 poin atau 0,84 persen pada penutupan perdagangan Selasa, 24 Juni 2025, menjadi 16.354 per dolar AS dari sebelumnya 16.492 per dolar AS. Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia juga menguat ke level 16.370 per dolar AS dari sebelumnya 16.484 per dolar AS.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi menganggap penguatan rupiah pada Selasa dipengaruhi oleh menebalnya harapan perdamaian di Timur Tengah setelah kabar gencatan senjata. Selain itu, kurs rupiah menguat akibat isyarat pejabat Federal Reserve, Michelle Bowman, soal potensi penurunan suku bunga paling cepat pada Juli 2025.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mewaspadai dampak konflik Iran-Israel terhadap perekonomian Indonesia. Eskalasi konflik kedua negara di Timur Tengah itu memicu lonjakan harga minyak lebih dari 8 persen, dari posisi di bawah US$ 70 per barel menjadi US$ 78 per barel.
“Ini suatu kejadian yang bisa langsung mempengaruhi kondisi perekonomian secara sangat signifikan, baik melalui harga komoditas maupun dari sisi nilai tukar, suku bunga, dan aliran modal,” kata Sri Mulyani, Selasa, 17 Juni 2025.
Seiring dengan eskalasi konflik Timur Tengah, menurut Sri, kebijakan fiskal ekspansif AS juga berpotensi menyebabkan sentimen terhadap fiskal negara maju menjadi negatif. Akibatnya, imbal hasil surat utang pemerintah AS (US treasury) berisiko naik.
Gejolak itu menimbulkan dua risiko utama, yaitu ketidakpastian harga minyak dan pelemahan ekonomi global. Sri menilai Indonesia harus mewaspadai efek tekanan harga atau inflasi ataupun kenaikan imbal hasil karena geopolitik dan kebijakan fiskal. Kedua hal itu berdampak kepada seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Menurut ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, sejak perang terjadi pada 13 Juni 2025, berbagai indeks saham menunjukkan perilaku relatif wajar. IHSG hanya terkoreksi 3,4 persen, seperti ditunjukkan indeks saham di berbagai belahan dunia.
Menurut dia, pasar mengantisipasi eskalasi akibat perang, tapi masih dalam level yang terkontrol. Ia menduga hal ini lantaran para pihak, termasuk Israel, Iran, dan negara adidaya di belakangnya, seperti AS, memahami bahwa kondisi ekonomi mereka akan makin runyam jika setelah perang dagang muncul perang Teluk. “Ajakan Trump untuk gencatan senjata merupakan sinyal positif,” ucapnya.
Melihat tren perang yang mulai mereda dengan kemungkinan eskalasi yang makin rendah, ia berpendapat IHSG ke depan tidak akan terpengaruh, malah berpotensi rebound. Tekanan terhadap rupiah akibat perang Iran-Israel juga makin mereda, tapi bukan berarti rupiah tidak tanpa tekanan.
Menurut Wijayanto, tekanan terhadap rupiah disebabkan oleh faktor domestik. Di antaranya tren pemburukan currrent account akibat penurunan nilai ekspor komoditas, perlambatan pertumbuhan ekonomi, penerimaan negara yang jauh dari target, tingkat utang yang makin tinggi dengan DSR yang makin tinggi, serta belum sinergisnya kebijakan pemerintah dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.
Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, mengatakan ancaman penutupan Selat Hormuz oleh Iran sangat mungkin memicu koreksi tajam pada IHSG dalam jangka pendek. Hingga saat ini, belum ada keputusan final dari Dewan Keamanan Tertinggi Iran ihwal rencana ini. Adapun parlemen Iran dilaporkan telah menyetujui penutupan selat yang menampung 20 persen lalu lintas minyak dunia itu.
Pemerintah dan otoritas keuangan, ujar Syafruddin, harus segera menenangkan pasar dengan sinyal kebijakan yang tegas dan kredibel. Bank Indonesia perlu menjaga stabilitas kurs dan likuiditas. Sedangkan Kementerian Keuangan harus memastikan bahwa subsidi energi tetap terkendali tanpa menciptakan ketidakpastian fiskal.
“Jika komunikasi kebijakan tidak terjaga dengan baik, IHSG bisa kehilangan pijakan fundamentalnya dan terjebak dalam kepanikan. Namun jika pemerintah mampu menunjukkan kepemimpinan strategis, koreksi IHSG dapat berbalik menjadi rebound selektif yang mencerminkan ketahanan sektor energi nasional,” tuturnya.
Adapun soal campur tangan Amerika dalam perang Iran-Israel, Syafruddin mengatakan hal itu akan menambah tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Meski dolar Amerika sedang dalam tren pelemahan struktural karena dilepas oleh investor global, ketegangan geopolitik yang meningkat justru memperkuat daya tarik dolar sebagai aset aman (safe haven).
Dalam situasi perang, ia menyebutkan pelaku pasar cenderung keluar dari aset berisiko dan kembali pada instrumen berdenominasi dolar. Sementara itu, lonjakan harga minyak akibat risiko penutupan Selat Hormuz akan memperlebar defisit transaksi berjalan Indonesia karena biaya impor energi melonjak. “Ini menciptakan tekanan ganda terhadap rupiah: dari sisi aliran modal dan dari sisi neraca perdagangan,” ucapnya.

